“DABUS”, Ritual Kebal Senjata Tajam di Ternate  

Posted in

Artikel asal Oleh : Busranto Abdullatif Doa


Seperti halnya di dua tempat lain di Nusantara yakni; Aceh dan Banten, Ternate dan sekitarnya juga adalah tempat tumbuh dan berkembangnya seni Debus di wilayah timur Nusantara yang ada sejak ratusan tahun lalu. Debus di Ternate disebut Dabus atau Badabus. Ritual ini biasanya dipertunjukkan atau dilakukan dalam suatu hajatan yang berupa upacara ritual untuk menebus kaul seseorang yang pernah mengucapkan hajat akan mempertunjukkan Dabus, apabila ia selamat dari sesuatu musibah atau penyakit berat yang dideritanya.

Pertunjukan Dabus ini terdapat hampir di seluruh jazirah Maluku Utara, termasuk Ternate dan Tidore. Pelaksanaan ritual Dabus biasanya dipimpin oleh seorang guru agama ahli kebatinan, yang biasanya disebut “Joguru” yang dalam pelaksanaannya Dabus ia harus disapa; “Syekh”. Ia dibantu oleh para muridnya/santri yang berjumlah sekitar lima hingga sepuluh orang.

Alat khusus untuk pertunjukkan Dabus terdiri dari dua buah batang besi bulat sebesar ibu jari yang ujungnya diasah runcing dan tajam dan di bagian ujung lainnya dibentuk dengan kayu bulat sebesar kepalan tangan dan dihiasi dengan untaian rantai besi kecil. Alat Dabus di Ternate tidak jauh berbeda dengan yang pernah saya lihat di Banten. Materi ritual lainnya adalah seperangkat alat untuk tempat bakar kemenyan, arang dan semacam Anglo beserta beberapa gumpalan kemenyan yang akan dibakar selama pelaksanaan ritual ini. Sedangkan peralatan pendukung lainnya adalah rebana dan cikir serta kitab zikir yang dipakai untuk mengiringi pelaksanaan ritual.

Pertunjukkan Dabus di Ternate biasanya dilakukan pada malam hari dan lokasi yang dipilih sebagian besar di ruang utama rumah tinggal atau di teras rumah yang agak lebar. Pertunjukkan itu dimulai pada ba’da Isya. Setelah segala sesuatu dipersiapkan oleh pelaksana hajatan. Pelaksana hajat duduk berhadapan dengan sang Syekh lalu didoakan, selanjutnya dipersilakan menyaksikan pelaksanaan ritual tersebut.

Ritual dimulai dengan pembacaan lirik-lirik dan disertai zikir dan semacam mantra-mantra rahasia dalam bahasa Ternate campur Arab. Syekh dengan mengenakan jubah kebesaran (biasanya berwarna putih) duduk menghadap kiblat, dan dikelilingi oleh murid-muridnya serta orang-orang yang ingin berpartisipasi dalam pertunjukkan tersebut dan mengikuti setiap pembacaan doa dan zikir dari sang Syekh. Ritual ini berlangsung sekitar sepuluh menit.

Setelah itu, kemenyan dibakar dan bila asap telah mengepul, alat Dabus yang terbuat dari besi dan berantai tersebut diasapi. Biasanya alat Dabus ini terdiri dari beberapa pasang. (3 sampai 5 pasang). Setelah proses ini selesai, sang Syekh mencoba menikam besi tajam tersebut ke dada dan pahanya untuk memastikan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai rencana dan alat tersebut sudah bisa dipergunakan peserta untuk memulai pertunjukkan Dabus.

Sang Syekh memberikan isyarat kepada orang pertama yang memulai pertunjukkan untuk maju sambil jalan jongkok ke dapat sang Syekh untuk bersalaman dan menerima alat Dabus. Pada saat itu irama rebana dan sair-sair serta nyanyian zikir mulai didendangkan oleh peserta lain yang sudah memegang rebana dan kitab zikir.

Setelah menerima ia terus duduk di depan Syekh dan diasapi sekedar saja oleh Syekh kemudian ia menggoyangkan kepala dan badannya ke kiri dan ke kanan beberapa kali lalu membasuh alat Dabus tersebut dari pundak kanan ke atas kepala dan turun ke pundak kiri. Ia lalu mengangkat alat besi tajam tersebut yang sudah dipegang masing-masing di tangan kiri dan kanan dan mencoba menghujamkan ke dadanya bertubi-tubi beberapa kali. Kemudian ia berdiri dan mulai menari-nari sambil menghujamkan besi ke dada bahkan juga ke pahanya. Masing-masing peserta tidak dibatasi waktu, ada yang Cuma lima menit, ada pula yang sampai setengah jam tanpa henti. Kadang kala darah menetes tapi hanya sedikit pada saat pertama memulai pertunjukkan, setelah itu tidak ada darah lagi.

Kadang pula ada peserta ritual yang menanggalkan baju/kaos dan bertelanjang dada. Sebagian besar peserta yang melaksanakan ini rata-rata antara lima hingga sepuluh menit. Pertunjukan diganti lagi oleh beberapa orang lain secara bersamaan. Setiap peserta bisa mengulangi lagi beberapa kali. Dalam pelaksanaannya, biasanya pada menit kedua atau ketiga masih dilakukan dengan hati-hati dan perlahan-lahan, tapi setelah itu semakin keras dan sebagian besar perserta melakukannya sambil berjingkrak-jingkrak bahkan sambil melompat.

Semua para peserta melakukan ritual ini sambil menari sesuai iringan rebana yang terus didendangkan. Menurut mereka, besi tajam yang ditusukkan ke dada atau kulit kita tidak sakit sama sekali melainkan terasa gatal sehingga memacu peserta untuk berjingkrak dan melompat-lompat, bahkan ingin mengulangi lagi setelah turun istirahat beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada orang lain.

Biasanya gerakan tusukan mengikuti irama rebana yang kadang lambat kadang cepat. Seluruh peserta yang melaksanakan ritual Dabus ini dalam keadaan sadar. Namun kadang ada juga sering terjadi kesurupan, dan biasanya peserta tersebut langsung dihentikan oleh sang Syekh, tapi hal ini jarang terjadi.

Sebelum pergantian atau selesai tahapan pertunjukan, setiap orang yang hendak istirahat harus mengembalikan alat Dabus ke sang Syekh dengan cara seperti menerima alat Dabus tadi. Setelah diserahkan ke sang Syekh dan diletakkan di atas sebuah bantal di depan sang Syekh sebelum diambil oleh orang yang menggantikannya.

Peserta yang melakukan ritual ini biasanya tiga sampai lima orang sekaligus, sehingga ruangan yang digunkan untuk ritual ini harus mendukung. Luka-luka kecil akibat Dabus ini kemudian dibacakan mantra oleh sang Syekh dan dibasuh ke lukanya, lalu mereka bersalaman, setelah itu barulah pesertanya berdiri untuk istirahat atau berhenti.

Sementara itu pertunjukkan Dabus terus berlangsung yang dilakukan oleh yang lainnya secara bergilir. Siapa pun bisa menjadi peserta dalam hajatan ini. Ritual ini menjadi tontonan warga di sekitar hingga selesai pada tengah malam. Tidak satu pun peserta Dabus yang terinfeksi sebagai akibat dari pertunjukkan Dabus ini. Anehnya, karena keesokan harinya luka kecil bekas tusukan besi tajam sudah mengering dan hanya meninggalkan bekas kecil yang tidak seberapa.

Dari gambaran pelaksanaan Dabus ini, dapat disimpulkan bahwa Dabus adalah pertunjukkan rakyat yang bersifat ritual karena pelaksanaannya harus dipandu dan dipimpin oleh orang yang mengetahui seluk beluk ritual ini, yaitu seorang “Syekh” dan para “Syaman”.

Setahu saya di Indonesia, ritual Dabus atau Debus seperti ini, hanya terdapat di tiga tempat, yaitu; Nanggro Aceh Darussalam, Banten dan Ternate. Mungkin pula ada juga di tempat-tempat lain, tapi dengan nuansa dan sebutan yang berbeda pula. Wallahu wa’lam.

This entry was posted on Isnin, Ogos 04, 2008 at Isnin, Ogos 04, 2008 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

2 komentar

Hmmm... cerita panjang tentang Dabus... agak mengerikan juga ya...tapi kebudayaan ini tak mencacatkan keagamaan dan kehendak masyarakt memang begini kan... sangat menarik sekali tapi saya tak berani menontonnya

4 Ogos 2008 pada 11:49 PG

saya pun tak berani menontonnya, dan satu lagi apa faedahnnya mencederakan diri sendiri.....walaupn kata x de kesan....ishhhhh

27 September 2010 pada 1:17 PTG

Catat Ulasan